Wednesday, April 19, 2006

Kartini

Beberapa bulan belakangan ini banyak orang terperangah ketika Bapak Prof. DR. Harsya W. Bachtiar mengemukakan keberatannya tentang 'pengkultusan' R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia. Hal ini kembali menghangat sekitar bulan April tahun ini, menjelang peringatan hari Kartini 21 April 1988, terutama dengan akan diterbitkannya buku baru berisi 108 surat Kartini atau 55 surat baru yang selama ini belum pernah dipublikasikan oleh F.G.P. Jacquet melalui penerbitan Koninklijk Institut voor Tall-Landen Volkenkunde (KITLV).

Sejumlah perang argumentasi terjadi. Lepas dari pro dan kontra, sedikit tahu, banyak tahu, atau sok tahu, maka saya ingin memberikan opini saya tentang keadaan ini.

Sejarah - terkadang orang mencibirkannya. Kata beberapa orang yang sinis, ah, sejarah dapat diputar-balikkan! Pernyataan itu tak dapat dipungkiri, banyak contoh dapat ditampilkan. Tapi apakah kerja kita hanya sampai pada sikap sinis dan menertawakan tanpa mencari kebenaran melalui informasi dibantu dengan 'attitudes' yang benar? Sejarah dapat lebih akurat jika banyak peninggalan informasi (baik berupa tulisan, souvenir, maupun komentar teman-lawan) tentang yang bersangkutan dapat ditemukan dan dianalisa. Makin sedikit informasi 'otentik' hitam atas putih, maka makin banyak pula biasa sejarah yang akan terjadi. Demikian pula dalam kasus Kartini ini.

Dikatakan bahwa Kartini cuma 'diangkat' pihak Belanda sebagai contoh karena hubungannya yang baik dengan Belanda, tanpa membusukkan pihak penjajah tersebut. Juga dipertanyakan, mengapa Kartini rela dimadu jika ia memperjuangkan emansipasi wanita dan menentang poligami? Mengapa Kartini akhirnya menyerah terhadap keadaan? Seorang pahlawan 'kan pantang menyerah? Sekian alasan dan jawaban dibuat.

Coba kita bayangkan seorang Kartini - dalam lingkungan sangat mapan di suatu lingkaran kebangsawanan, di suatu negara jajahan di Asia Tenggara (yang notabene dengan 'miskinnya' kesempatan), pada awal abad 19! Sebagai seorang manusia (kalau kualitasnya memang sebagai manusia biasa) tentunya ia akan cukup puas dengan keadaaannya itu. Buat apa memikirkan keadaan wanita lain di luar lingkungan kraton yang tak berhubungan langsung dengannya? Buat apa bersusah-payah mendirikan sekolah demi kemajuan orang lain, tanpa penghargaan yang akan didapatkannya?

Tapi rupa-rupanya Kartini memang bukan manusia biasa, ia adalah manusia luar biasa. Bacalah surat-suratnya, berbahasa indah dengan ketajaman pikiran dan perasaan seorang wanita. Seorang wanita yang lebih banyak berdialog dengan pikirannya sendiri, melalui surat-suratnya kepada sahabat-sahabatnya. Adakah kini seorang gadis cilik Indonesia berusia 12 tahun yang berani dan fasih berkorespondensi dalam bahasa asing dengan orang asing yang jelas berusia jauh lebih tua dan berpengalaman?

Kehidupan masyarakat Jawa yang serba teratur, penuh simbol dan upacara serta berbagai pranata, bagi kaum mudanya saat itu terasa sangat feodal dan penuh kepincangan sosial. Protes? Itu tak layak dilakukan orang muda yang dididik untuk selalu kromo dan taat. Tapi Kartini melakukannya,... ia tidak pernah mengucapkannya janji 'patuh' pada suaminya dalam upacara pernikahannya. Kalau ingin dituliskan satu-persatu, tentu sangat banyak kelebihan Kartini lainnya.

Dapatkan anda menjawab, mengapa J.F. Kennedy yang dikagumi orang banyak dalam perjuangannya bagi persamaan hak orang kulit hitam di AS, ternyata punya hubungan intim dengan para boss mafia dan terlibat dalam beberapa love affair? Mengapa Napoleon Bonaparte, Si Jendral Kecil yang Brilyan itu, sesudah memimpin peperangan dalam padang salju di Rusia,... dapat seketika duduk menulis puisi dalam tendanya segera setelah pulang dari penyerbuan itu? Lalu, mengapa tak dapat kita mengerti mengapa seorang Kartini yang memperjuangkan kemajuan wanita dan menentang poligami akhirnya terpaksa kalah dari cita-citanya?

Mengapa dapat terjadi pengkultusan? Yah, dapat saja terjadi jika umum beranggapan ia patut dikultuskan karena tindakan atau pikirannya yang termasuk sangat dikagumi. Memang banyak pahlawan wanita Indonesia lainnya yang patut mendapat penghargaan yang lebih dari yang 'diterimanya' kini. Tapi itu semua bukan bermaksud untuk mengecilkan arti Kartini bagi bangsa Indonesia.

Kartini meninggal pada 17 September 1904, pada usia 25 tahun, dalam kedamaian sebuah kota kecil di pantai utara Jawa. Kartini tidak meninggal sambil memanggul senjata dalam medan perang melawan kolonial Belanda, tak setetes darahnya tumpah membasahi bumi Indonesia. Kematian yang wajar dan umum dihadapi sebagian besar wanita saat itu, beberapa waktu sesudah mengantarkan manusia baru menjenguk bumi ini. Tentu kita setuju bahwa seorang pahlawan yang dikultuskan adalah bukan hanya dia yang perkasa dalam peperangan, tapi juga dia yang mengalir dalam hati bangsanya melalui buah pikiran dan perasaan yang diungkapkan lewat bahasa pena.

Mari kita simak lagu yang kita kenal sejak kecil berikut:
Ibu kita Kartini putri sejati,
putri yang mulia cita-citanya.
Ibu kita Kartini pendekar bangsa,
pendekar kaumnya untuk merdeka.
Wahai Ibu kita Kartini,
putri yang mulia,
sungguh besar cita-citanya,
bagi Indonesia

Bagi saya ia tetap seorang ibu yang tak hanya berdarah bangsawan, tapi juga berjiwa dan berbudi bangsawan. Ibu Kartini sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia!

Sumber: Suara GEA - Edisi April 1988, Rubrik Opini (hlm 31-32)


1 comment:

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.