Monday, December 20, 1999

Kultur, Dialektika dan Geologi

Tulisan ini merupakan tanggapanku atas tulisan, tepatnya puisi Yayang, di milis alumni Himpunan Mahasiswa Teknologi "GEA" ITB.

Ini puisinya:
guru kita feodal,
geologi ilmu liberal
sedikit klenik
setengah seni
kita seperti nano-nano
bukan karena rame rasanya
tapi selalu
diisep sampe habis
tak ada lagi
yang bisa ditelan

feodalisme melahirkan peniru
bukan penemu
bahkan ketika
yang dari perancis,
jepang, jerman dan amerika pulang
keterikatan kolektifnya
tetap pada jiwa feodal,

karena menjadi guru
adalah untuk digugu
dan untuk ditiru

tapi geologi
hanya bisa jadi bermutu
maju dan punya kuku
kalau tidak digugu
apalagi ditiru

geologi perlu dirobohkan
perlu ditumbangkan
dibumihanguskan, diratakan
untuk dibangunkan

siapkah kalian,
murid-murid kehidupan
(mahasiswa, alumni, dosen, birokrat pendidikan,
peneliti, buruh, manajer)
belajar kultur
dan dialektika
geologi?


Ini tanggapanku:
Bung Yayang pasti sedang gundah gulana,
resah gelisah memikirkan hubungan ke-3 hal tsb.

guru kita memang banyak yang feodal,
sedikit yang kritis,
yang kritis terkadang tak mampu berteriak
atau menebar benih liberal
karena dirinya sendiri kadang bertanya
"apakah itu memang cocok dengan budaya Indonesia?"
dan kembali tenggelam dalam keseharian
sistem yang feodal.

Ilmu meniru itu banyak enaknya,...
ilmu tinggal menggugu apa yang tertulis dalam diktat dan dapat ponten A
(yang sekarang mungkin sudah tercetak lewat laser printer,
tapi isinya tetap sama dari jaman ke jaman).
tak perlu berpikir strategi apa yang perlu dijalankan
untuk menghasilkan manusia berbudaya,
tak perlu sakit hati jika para alumni "mengeluh" atau "menghujat"
(karena dogma abadi: perguruan tinggi adalah institusi kenyataan
yang dijalankan dalam mimpi)

memang tak semua manusia berbudaya jadi penemu,
banyak pula yang jadi peniru...
tapi peniru yang kritis,
kita belum jadi peniru kelas komposit:
yang menghasilkan mobil kelas BMW,
atau yang membedah software Microsoft hingga ke titik koma!
amboi! kita masih jadi tukang obras kata yang sinis!

masalahnya bukan siap atau tak siap.
tapi, sedia atau tak sedia untuk "sedikit" cerdas berpikir.
untuk tetap obyektif dan beretika.

jadi,... resah kali ini apa sebabnya Bung?

No comments: