Saturday, March 03, 2007

Ada Banyak Jalan Menuju Kemakmuran (2)

India: Si Macan Mengaum

India adalah negara ke tujuh terbesar di dunia secara geografi, negara terpadat penduduknya setelah China, negara dengan sistem demokrasi liberal yang terbesar, negara ke empat terbesar dalam hal daya beli, dan negara ekonomi besar dengan pertumbuhan ekonomi nomor dua tercepat di dunia. Perkembangan yang sangat cepat dalam dekade terakhir ini terutama dilakukan India di bidang teknologi informasi.

Sistem demokrasi di India memberikan tempat bagi orang-orang yang berjiwa entrepreneur. Sekitar seperempat abad berlalu sejak usaha outsource teknologi informasi dijalankan di India – kembali kita melihat bukti bahwa dampaknya juga sangat luar biasa. Hampir semua perusahaan teknologi informasi terkemuka di dunia sekarang membuka ladang pekerjaan di India. India pun mampu memanfaatkan kemampuan bahasa Inggris pekerjanya untuk melayani booming-nya industri call center saat ini.

Seperti halnya China, India juga membuka pasarnya melalui reformasi ekonomi dan memanfaatkan jaringan diasporanya yang ada dimana-mana. Sejak tahun 1991 pemerintah mengurangi kontrolnya terhadap investasi langsung negara asing, perdagangan dengan negara asing, dan partisipasi sektor swasta. Fakta menunjukkan bahwa baik ekspor jasa maupun kiriman uang dari para pekerjanya di luar India (termasuk jaringan diasporanya) mampu menjaga keseimbangan neraca pembayaran. Hal ini ternyata menguntungkan bagi India baik pada tingkat makro maupun mikro.


Makro
Cadangan devisa asing meningkat dari US$5,8 milyar (1991) menjadi US$177 milyar di Januari 2007 – tigapuluh kali lipat dalam enambelas tahun. Cadangan devisa yang tinggi ini dapat menjadi bantalan bagi guncangan eksternal. Privatisasi perusahaan-perusahaan milik publik dan terbukanya sektor tertentu bagi perusahaan swasta dan asing terus berjalan walau banyak mendapat protes.

Permintaan domestik yang cukup besar, turunnya harga beberapa komoditi, naiknya pendapatan, dan skema keuangan yang menarik membuatnya menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan – tingkat GDP India hampir mencapai 9% di tahun 2006, dan tahun 2007 diperkirakan ada di level sekitar 8%. Kontributor utama pertumbuhan GDP adalah sektor jasa (54%), pertanian (28%), dan manufaktur (18%). Walau sektor pertanian dan yang berkaitan dengan pertanian menyerap 60% dari total 509,3 juta angkatan kerja tetapi gelombang pertumbuhannya tidak sebesar pertumbuhan pada sektor jasa dan manufaktur, sehingga bank sentral sudah menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali demi menjaga laju inflasi.

Perkembangan sektor jasa global memang sangat luar biasa dan memberikan manfaat pada banyak negara. Sektor jasa di India memberikan kontribusi 60% dari output dunia, sepertiga dari pekerjaan global, dan seperlima dari perdagangan dunia. Pertumbuhan perdagangan di industri jasa memang merupakan fenomena yang belum lama berlangsung. Jadi, tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa keberhasilan sektor jasa di India dan negara-negara lain sedang merubah peta ekonomi global.

Salah satu cerita sukses tentang sektor jasa di India adalah Teknologi Informasi dan jasa BPO (Business Process Outsourcing). Keberhasilan ini merupakan hasil revolusi Teknologi Informasi – konsekuensi dari desegregasi proses pengiriman jasa, revolusi teknologi telekomunikasi, dan kemampuan memberikan jasa lintas batas. Hal ini menciptakan perkembangan model bisnis yang baru terutama untuk perusahaan-perusahaan yang mengalami tekanan untuk memangkas biaya dan akhirnya mengambil keputusan untuk memakai jasa outsourcing lintas batas geografis. Kini sudah umum menjalankan usaha lintas benua di bidang dan dengan cara yang tidak terbayangkan pada dekade sebelumnya.

India dapat memanfaatkan kelompok pekerjanya yang terdidik dan mampu berbahasa Inggris menjadi tujuan outsource yang paling dicari-cari oleh perusahaan-perusahaan multi nasional. India juga sudah menjadi eksportir utama untuk perangkat lunak – yang tumbuh dengan kecepatan 30%-35% per tahun.

India diperkirakan akan mengambil setengah dari pasar bisnis offshore yang pada tahun 2010 akan mencapai US$110 milyar. Tentu saja ada pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap terciptanya lapangan kerja dengan berkembangnya outsourcing sektor jasa ini.

Pengalaman India pada dua dekade terakhir telah memperlihatkan bahwa sektor yang diliberalisasi seperti TI, telekomunikasi dan jasa perbankan dapat diandalkan untuk menarik investasi langsung dalam jumlah besar dan terus menunjukan pertumbuhannya. Sebaliknya sektor-sektor yang tidak cukup terbuka terhadap kompetisi dan dimana kerangka regulasinya lemah maka sektor-sektor tersebut gagal memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang berarti.

Ekonomi India yang makin erat berintegrasi dengan ekonomi global menyebabkan timbulnya kebutuhan akan tenaga kerja dengan keahlian hukum internasional, hukum perniagaan, dan hukum negara ke tiga. Tentunya keadaan ini memerlukan sektor hukum yang lebih terbuka. Jasa kesehatan merupakan salah satu sektor yang baru tumbuh dan diperkirakan mempunyai potensi sebagai kontributor pertumbuhan ekonomi India. India juga bersiap mengeksploitasi sektor kesehatan seperti outsourcing medis, turisme medis – sehingga perlu dibentuk mekanisme akreditasi untuk rumah-rumah sakit dan laboratorium karena customer internasional tentunya menginginkan standar pelayanan medis yang baik. Kesemua strategi di sektor jasa tersebut sangat tergantung pada sumber daya manusia yang ada.

Secara jangka menengah India mempunyai keunggulan demografi dibandingkan beberapa negara besar lainnya – sebagai salah satu negara yang mempunyai banyak penduduk usia muda. Dalam dua dekade mendatang peta demografi India masih akan didominasi oleh populasi orang yang berusia di bawah 35 tahun (60% dari 1,2 milyar penduduk). Diperkirakan pada tahun 2020 Amerika Serikat, China, Jepang, dan Rusia akan kekurangan 42 milyar orang yang berada pada usia produktif. India yang tidak mempunyai kebijakan satu anak seperti di China malah akan mengalami surplus 47 milyar orang yang berada pada usia produktif. Tentu saja India harus siap dengan sistem pendidikan dan memperbaiki kemampuan untuk meningkatkan ketrampilan.


Zona Ekonomi Khusus (Special Economic Zone)

  • Kebijakan membangun Zona Ekonomis Khusus diperkenalkan pertama kali tahun 2000.
  • Delapan zona pemrosesan untuk ekspor telah dikonversikan menjadi Zona Ekonomi Khusus.
  • Kebijakan Zona Ekonomi Khusus pada dasarnya bertujuan untuk mendorong kegiatan ekspor dengan menyediakan tempat khusus untuk manufaktur dan jasa.
  • Salah satu yang menarik dalam kebijakan ini adalah tax break yang diberikan kepada pihak pengembang dan penyewa.
  • Sampai dengan saat ini sudah masuk 370 proposal untuk pengembangan Zona Ekonomi Khusus, dimana sekitar 150 sudah memperoleh persetujuan untuk mulai pekerjaannya.

BBC mengutip Goldman Sachs yang mengatakan bahwa India dengan akselerasi ekonominya seperti pada sepuluh tahun terakhir ini dapat menggantikan posisi Inggris dan menjadi negara ekonomi terbesar ke lima di dunia dalam dekade ini.


Serikat Pekerja
Jika pada tahun 1970-an dan 1980-an friksi antara manajemen dan serikat pekerja sangat umum terjadi maka saat ini hubungannya sudah lebih harmonis. Saat ini serikat pekerja dan India berjalan menuju pemahaman keadaan bisnis dan bekerja sama dengan pihak manajemen. Memang ini baru gejala yang lebih banyak dijumpai di sektor swasta karena perusahaan-perusahaan milik negara yang terlalu besar belum dapat mengurangi kelebihan pekerjanya.

Kenaikan gaji pada dasarnya sampai ke pihak industri melalui patokan upah sektoral. Kebijakan patokan upah kemudian digunakan sebagai salah satu rambu kebijakan dalam perusahaan. Kenaikan gaji memberikan perlindungan kepada pekerja atas kenaikan inflasi. Bonus tahunan juga dibayarkan kepada pegawai sesuai aturan dalam peraturan perundangan mengenai bonus dan kinerja perusahaan.


Beberapa Faktor Penggajian di India
Banyak perusahaan sekarang bergerak memakai pendekatan CTC (cost to company). Pendekatan ini awalnya dimotori oleh kelompok perusahaan yang baru muncul terutama sejak booming-nya industri outsourcing, terutama dengan masuknya perusahaan-perusahaan multi nasional ke India. Dengan pendekatan ini maka seluruh elemen gaji dimasukan kedalam CTC dan tidak ada yang dibayarkan di luar ini. Sebuah riset yang dilakukan Hay Group memperlihatkan bahwa sektor jasa banking dan keuangan berada di ranking teratas dalam implementasi pendekatan CTC ini, diikuti oleh sector FMCG, Farmasi, IT (termasuk IT enabled services), Manufaktur, Engineering, dan Kimia.

Sesuai dengan berjalannya waktu maka praktek remunerasi bagi CEO-CEO di India akan lebih berbasis kinerja perusahaan bukan semata mengikuti struktur yang sudah ditentukan. Jadi gaji CEO tidak lagi semata berdasarkan level tapi sudah lebih memperhitungkan kompetensi dan pengalaman CEO yang bersangkutan yang dianggap cocok dengan kebutuhan perusahaan. Dalam keadaan seperti ini maka corporate governance menjadi penting, sehingga suara komite kompensasi board penting artinya dalam menentukan remunerasi CEO.

Umumnya paket kompensasi di India terdiri atas elemen Base Salary, Tunjangan, dan Benefit. Benefit termasuk padanan seperti Jamsostek, asuransi rumah sakit, pinjaman (pribadi, mobil, rumah), dana pensiun, juga mobil perusahaan, telepon genggam, asuransi kecelakaan.


Mikro
Praktek-praktek Old Economy dan New Economy

Pasca liberalisasi perusahaan-perusahaan di India diklasifikasikan menjadi perusahaan old economy dan new economy. Perusahaan old economy adalah mereka yang sudah beroperasi sejak lama di India, misalnya sektor FMCG, pharmaceutical, manufaktur dan engineering. Perusahaan new economy umumnya dijumpai pada sektor IT, Banking, Jasa Keuangan, Telekomunikasi, Hi-Tech, dan IT-enabled services (seperti call center, back office, dll.).

Perusahaan-perusahaan old economy sedang mengusahakan sistem yang transparan dan lebih mudah untuk diimplementasi. Pendekatan kompensasi di perusahaan old economy sangat terstruktur dan pekerja tidak punya ruang untuk bernegosiasi tentang perubahan struktur yang dapat cocok dengan situasi mereka. Kelompok old economy tidak mengalami masalah turnover pada tingkat senior and top management-nya. Tantangan praktisi sumber daya manusia pada perusahaan old economy adalah bagaimana mengelola ekspektasi pekerjanya – pemahaman yang lebih baik mengenai ekspektasi pekerja dan bagaimana membantu mereka menguasai lingkungan kerja mereka dengan lebih baik.

Di lain pihak, perusahaan-perusahaan new economy berhasil menerapkan best practice dalam sistem kompensasinya – mereka memberikan fleksibilitas kepada pekerjanya untuk menentukan struktur remunerasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka, atau biasa disebut cafeteria approach. Walaupun demikian mereka masih menghadapi masalah dalam mempertahankan tenaga kerja setingkat junior dan senior management – tingkat turnover pada level ini ada pada kisaran 30%-40%.

Ancaman terhadap talent yang ada di perusahaan-perusahaan new economy bertambah dengan masuknya perusahaan-perusahaan multi nasional yang berusaha menarik talent dari perusahaan-perusahaan yang sudah mapan dengan iming-iming perbedaan kompensasi yang besar. Perusahaan-perusahaan multi nasional bersedia membayar kompensasi 30%–40% lebih, bahkan untuk pekerja yang berpotensi atau yang mempunyai kualifikasi perusahaan-perusahaan ini berani membayar dua kali lipat dari paket kompensasi mereka sebelumnya. Tentu saja tren ini jika terus berlangsung tidak lagi menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan asing yang datang ke India dengan alasan utama efisiensi biaya.

Sebagai kontrasnya, perusahaan-perusahaan old economy tidak lagi berfokus ke dalam tetapi sedang membangun kemampuan mereka menjadi perusahaan global dengan mengambil talent dari luar perusahaannya. Tindakan ini membawa perspektif baru dalam pengoperasiannya – inisiatif SDM seperti performance management, competency development, succession planning dan transparent practices menjadi penting.


Eksekutif yang Berpengalaman
Beberapa perusahaan India yang berhasil sedang mengalami tingkat pertumbuhan triwulanan 50%. Banyak dari perusahaan ini melakukan ekspansi di India dan mendirikan markas besar dan kantor-kantor di luar India. Sejalan dengan pertumbuhan ekonominya yang kuat dan berkesinambungan maka perusahaan-perusahaan IT dan outsourcing India yang terkemuka dapat menebarkan pengaruh globalnya dengan cepat. Makin berpengalaman perusahaan-perusahaan ini maka makin tinggi pula kebutuhan akan eksekutif berpengalaman yang mampu mengelola pertumbuhan dan menembus pasar di luar India. Sementara itu jumlah eksekutif India dengan kelihaian berusaha model barat sangat terbatas, sehingga mereka akhirnya menawarkan paket remunerasi yang kompetitif demi menarik eksekutif-eksekutif dari perusahaan-perusahaan Amerika Serikat terkemuka. Perkembangan yang demikian cepat ini membuat beberapa perusahaan India bersedia untuk memberikan tawaran paket kompensasi yang lebih menarik dibandingkan dengan apa yang mereka dapatkan dari perusahaan-perusahaan Amerika Serikat terkemuka tadi.

Survei yang dilakukan diantara 300 eksekutif perusahaan-perusahaan teknologi Amerika Serikat pada Februari 2005 memperlihatkan bahwa 90% meramalkan bahwa kompetisi dari perusahaan-perusahaan India dan China akan meningkat dalam dua tahun mendatang. Sudah ada fakta yang menunjukkan bahwa banyak perusahaan teknologi India sudah menjadi pemain penting dalam ekonomi dunia dan sudah berada pada tingkat daya saing yang setara dengan perusahaan sejenis milik Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan pertumbuhan kebutuhan akan eksekutif Amerika Serikat yang berpengalaman.


Tren Penggajian di India
Tahun 2006 India mengalami kenaikan rata-rata base salary 12,4% - tertinggi dalam dua tahun terakhir. Tahun 2007 diperkirakan kenaikan base salary tidak akan lebih rendah dari 10%. Tidak ada perbedaan mencolok dalam porsi kenaikan base salary untuk berbagai level manajemen, tapi seperti halnya China nampaknya level middle dan senior management mengalami kenaikan base salary di atas rata-rata.

Gaji variabel (variable pay) akan tetap menjadi fokus perencanaan kompensasi. Hal ini tidak akan berubah walau keadaan ekonomi sedikit menurun. Justru perusahaan-perusahaan mencari cara untuk mengurangi biaya – terutama biaya tetap – agar dapat memberikan porsi lebih besar untuk kompensasi variabel seperti bonus, insentif. Tentunya keadaan ini juga dibatasi oleh seberapa jauh perusahaan mampu terus bergerak ke arah variable pay.

Walau sudah ada beberapa perusahaan yang membuat struktur penggajian dimana 50% gaji dapat berupa variable pay namun struktur ini belum populer di kalangan dunia usaha. Mengelola praktek variable pay memang tidak mudah terlebih jika ada inflasi upah sementara perusahaan masih harus memberikan kenaikan gaji tahunan. Jadi banyak perusahaan yang akhirnya merasa bahwa mereka perlu mendisain kembali struktur variable pay mereka berdasarkan kemampuan dana perusahaan.

Jika mengacu pada insentif berbasis kinerja individu maka rancangan insentif berbasis target lebih umum dipakai daripada rancangan berbasis kebijaksanaan. Ada juga yang memakai profit share plan (pembagian keuntungan) di India, walau praktek ini belum menjadi tren. Dalam profit share plan uang yang terkumpul didistribusi ke semua pegawai berdasarkan persentasi dari total keuntungan atau sebagian keuntungan yang melewati batas yang ditentukan.

Perubahan pola seperti ini membuat perusahaan-perusahaan harus berpikir kembali tentang strategi kompensasi dan rencana disain insentif-nya.

Untuk pekerjaan-pekerjaan di tingkat yang lebih rendah maka pembayaran bonus diatur berdasarkan aturan pemerintah yang dikenal dengan nama Bonus Act (1965). Di level pekerjaan ini pembayaran bonus dihitung berdasarkan keuntungan atau segala hal yang berhubungan dengan produksi atau produktivitas. Aturan ini berlaku bagi semua perusahaan dengan jumlah pegawai 20 atau lebih di India. Rata-rata 8% dari gaji pokok dibayarkan untuk bonus ini.

Membaca prediksi yang mengatakan bahwa India akan terus menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat di kurun waktu 2006-2007 dan potensi mereka menajdi negara ke tiga terbesar dalam purchasing power parity (menggantikan Jepang yang kan bergeser keperingkat ke-4), maka pertumbuhan gaji nampaknya akan terus berlanjut. Dalam 3 sampai 7 tahun ke depan maka India harus siap menghadapi perang talent karena dalam kurun waktu inilah kebanyakan junior manager atau middle manager sudah mempunyai pengalaman dan kemampuan untuk naik jenjang.

Pada level inilah kita melihat ada perbedaan penggajian – yang dalam konteks India merupakan hal yang relatif baru. Menariknya, orang-orang di level ini juga tidak takut untuk berpindah jalur karir karena tahu banyak industri memerlukan orang-orang dengan kemampuan lintas fungsi.


Talent Retention
Praktisi SDM belakangan mendapat tantangan bagaimana membuat strategi talent retention. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kenaikan gaji atau gaji yang besar bukan satu-satunya faktor yang dapat menjamin talent retention dan loyalitas seseorang terhadap pekerjaannya. Ada faktor-faktor lain yang tak kalah pentingnya seperti lingkungan yang memberi keseimbangan antara kerja dan keluarga, atau lingkungan yang mendorong peningkatan kemampuan kerja.

Bagaimana menyiasati turnover dapat menjadi satu faktor penting yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Total biaya untuk mengganti seorang senior manager atau tenaga profesional dapat mencapai 2 atau 3 kali gaji orang yang bersangkutan. Perusahaan berpotensi melakukan penghematan dana dan waktu dengan cara mengurangi tingkat turnover walau sedikit.

Melihat tingkat turnover yang ada sekarang – dan berbeda berdasarkan sektor dan geografi – maka perusahaan-perusahaan besar di India sudah mulai membuat rencana suksesi yang jelas dan rencana pengembangan talent yang ada. Tantangan lain yang cukup besar dalam dunia usaha adalah bagaimana mendapatkan pekerja yang berkualitas pada tingkat kompensasi yang tepat.

Dalam keadaan seperti ini perlu kejelian praktisi SDM untuk menyiasati turnover – terutama di level junior management – untuk mendapatkan talent yang tepat dan cocok untuk organisasinya, dan untuk merancang variable pay yang sesuai dengan kemampuan perusahaan.


Seperti halnya di Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Malaysia, maka industri Migas juga merupakan industri yang memberikan paket remunerasi yang sangat baik. Industri Transportasi di India memberikan paket remunerasi yang cukup baik. Industri Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan merupakan industri dengan paket remunerasi paling rendah.

Secara geografis, survei memperlihatkan bahwa pekerja di kota seperti Mumbai menerima kompensasi yang lebih tinggi sementara pekerja di Hyderabad menerima kompensasi yang lebih rendah.


Dari tabel berikut nampak dengan jelas fungsi kerja apa yang sedang ”hot” dan cukup ”hot” (data untuk entry level pada Hay Reference Level 13-14):

  • Hukum (Legal): 174,6%
  • Pemasaran (Marketing): 144,2%
  • Sumber Daya Manusia: 135,7%
  • Ilmu Kebumian / Engineering / Migas: 123,4%
    • Migas (Pengeboran): 181,7%
    • Ilmu Kebumian (Geologi, Geofisika): 173.6%
    • Engineering: 110.3%
  • IT / Telekomunikasi: 122,1%
  • Penjualan (Sales): 112,5%
  • Keuangan & Akunting: 109,9%

Fungsi kerja hukum dan pemasaran sama-sama merupakan fungsi kerja yang sedang ”hot” di China dan India, sebagai akibat dari banyaknya investasi asing dan remunerasi berbasis kinerja. Fungsi sumber daya manusia dan engineering di India relatif lebih dihargai daripada di China, sementara fungsi IT/Telekomunikasi dan Keuangan & Akunting relatif lebih dihargai di China.


Kesimpulan
Dari kedua ulasan di atas maka terlihat jelas bahwa fungsi-fungsi pekerjaan tertentu seperti hukum dan pemasaran sedang “hot” saat ini baik di China maupun India. Dinamika dunia usaha dan tenaga kerja di dua negara ini membuat perbedaan kompensasi untuk fungsi-fungsi pekerjaan yang sedang “hot”.

Sesuai dengan strategi perkembangannya maka baik India maupun China memberikan paket remunerasi terbaik untuk tenaga kerja di level middle dan senior management.

China dan India memperlihatkan bahwa walaupun model politik, karakteristik sumber daya manusia, dan strategi perkembangan ekonomi yang berbeda tapi dapat menghasilkan tingkat kemakmuran yang diharapkan. Satu hal sudah jelas, bahwa dukungan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan terarah ternyata menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan upah yang juga pesat bagi dunia usaha dan pekerja di India dan China.

Sudah ada dua contoh jalan menuju kemakmuran yang diperlihatkan oleh China dan India. Resep mana yang akan dipakai negara-negara Asia termasuk Indonesia demi mencapai kemakmuran? Semuanya kembali berbalik kepada negara yang bersangkutan – apakah sudah tahu betul kekuatan, kelemahan, dan kekurangannya. Selanjutnya apakah ada blue print untuk mencapai kemakmuran tersebut?

        No comments: