Saturday, March 03, 2007

Ada Banyak Jalan Menuju Kemakmuran (1)

I prepared this writing as supporting material for annual salary survey coverage in SWA Sembada Magazine.

Follow these links for edited and re-written coverage in SWA:

However you can read the original source, as I wrote it.

China dan India: Ada Banyak Jalan Menuju Kemakmuran (1)

Banyak sudah ulasan tentang keberhasilan ekonomi di China dan India di media. Banyak negara di Benua Asia lainnya ingin belajar dari kedua negara ini – apakah pertumbuhan mereka dapat sedahsyat China dan India jika pola kebijaksanaan dan pembangunan mereka diambil sebagai acuan?

Jawabannya, Ya dan Tidak.

Ulasan ini berdasarkan pengalaman dan ditunjang hasil survei remunerasi yang dilakukan oleh Hay Group.


China: Si Naga Terbang
Ketika Deng Xiao Ping sampai ke tampuk puncak kepemimpinan di China pada sekitar paruh akhir tahun 1970-an beliau mengundang banyak pemikir China yang tinggal di luar China, terutama para imigran China di Amerika Serikat dan Eropa. Salah satu anggota think tank yang direkrut kelompok Deng adalah Profesor Gregory C. Chow yang berimigrasi ke Amerika Serika ketika dia berumur tiga tahun. Saya bertemu Prof. Chow – pada saat itu baru pensiun dari posisinya sebagai profesor ekonometrik di Princeton University – pada suatu seminar tentang China di University of Toronto dan dari dialah terungkap blue print yang sudah direncanakan kelompok Deng sejak paruh akhir tahun 1970-an. Blue print ini sangat komprehensif dan Prof. Chow mengulasnya pada bukunya – China’s Economic Transformation – yang sampai sekarang masih banyak dibaca orang yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai China.

Kini, kurang lebih seperempat abad setelah menetapkan rambu-rambu kebijakan secara berkesinambungan, proses implementasi, memonitor hasil implementasi, mengukur keluarannya dari blue print tersebut jadilah China, Si Naga Terbang yang cukup disegani bahkan oleh Amerika Serikat.

Berbagai langkah strategis China, diantaranya kembalinya Hong Kong ke pangkuan China (1997) dan keanggotaan China di WTO (2001), ternyata membawa dampak yang menguntungkan bagi China tidak hanya pada tingkat makro tetapi juga mikro.


Makro
Produksi industri berorientasi ekspor dan investasi domestik merupakan kontributor penting kinerja ekonomi China yang mantap sejak tahun 2002 – yang kemudian dicerminkan oleh tingkat GDP di atas 9% hingga 10,5% sampai dengan awal tahun 2007. Industri manufaktur dan konstruksi masih menjadi kontributor utama pertumbuhan GDP (sekitar 70%), diikuti oleh jasa (sekitar 20%) dan pertanian (kurang dari 10%). Investasi yang terus menggeliat pada tingkat 60% dan konsumsi sekitar 30% merupakan kontributor penting lain untuk stabilitas GDP.

China masih terus menjadi magnet bagi investasi asing yang nilainya dapat membuat iri negara-negara berkembang di Asia. Sejak tahun 2004 nilainya selau berada pada tingkat US$60 milyar.

Pada tahun 2006 China melakukan implementasi Program Lima Tahun yang ke sebelas. Termasuk didalamnya kebijakan tentang nilai tukar (exchange rate) Yuan, yang bertujuan untuk membangun mekanisma nilai tukar yang floating tapi terjaga berdasarkan supply dan demand di pasar, dan untuk menjaga stabilitas Yuan pada tingkat yang pantas dan seimbang. Hal ini memberikan ruang bagi yang berwenang untuk menetapkan kebijakan moneter yang lebih fleksibel. Interest rate juga akan dijaga pada tingkat yang rendah seperti sekarang.

Tingkat inflasi berada pada tingkat 1,4% pada tahun 2006 – turun 0,4% dari tahun 2005. Namun diperkirakan akan berada pada tingkat 2%-3% di tahun 2007-2008. Hal ini terjadi terutama untuk mengelola kemungkinan kenaikan biaya listrik, gas, air, produk minyak bumi. Kebijakan pajak untuk investasi asing juga menarik – sekitar setengah dari rate yang harus dibayarkan pengusaha lokal.

Peta politik dalam negeri China cukup unik – delapan partai non komunis di China bekerja sama erat dengan Partai Komunis China (PKC) bukan sebagai oposisi tetapi sebagai partai-partai ”bersahabat” yang tumbuh bersama PKC demi mendukung kebijakan demi perkembangan dan kesejahteraan China. PKC yang memang masih sangat dominan kembali berusaha mengantisipasi perkembangan China – mengurangi ketidakseimbangan ekonomi, jadi tidak hanya berfokus pada perkembangan ekonomi tapi perkembangan China secara menyeluruh.

Hal-hal makro yang stabil dan terjaga seperti ini membuat nilai investasi asing ke China terus meningkat – bulan Januari 2007 berada 10% di atas angka Januari 2006, dan walau jumlah investasi menurun tapi nilai rata-rata investasi meningkat.

Berikut pembahasan mengenai isu makro SDM (Sumber Daya Manusia), tenaga kerja, tren penggajian, dan isu-isu lain seputar remunerasi.


Isu Sumber Daya Manusia
Ketika dunia usaha berinvenstasi, berkompetisi, beradaptasi, dan berkembang, kebanyakan mendapatkan tantangan bagaimana cara menarik dan mempertahankan talent yang ada dalam perusahaan mereka. Saat ini dunia usaha mengalami turnover rate yang tinggi terutama pada beberapa fungsi kerja yang “hot”. Kompetisi mendapatkan tenaga kerja trampil dan business leader tidak hanya terjadi pada perusahaan-perusahaan asing tapi juga perusahaan-perusahaan lokal.

Permintaan akan tenaga kerja trampil dan staf senior management sejalan dengan meningkatnya investasi asing di beberapa industri tidak dapat dipenuhi oleh persediaan tenaga kerja yang ada saat ini. Pembajakan tenaga kerja sangat sering terjadi – biasanya dengan menawarkan kompensasi yang lebih tinggi, paket remunerasi yang lebih menarik, kesempatan atas karir yang lebih baik. Budaya “Job-hop” untuk mendapatkan keuntungan moneter yang lebih tinggi masih menjadi tren yang dominan dalam ekonomi yang sangat dinamis seperti sekarang ini. Indonesia pun mengalami tren yang serupa untuk beberapa industri dan fungsi pekerjaan, terutama pada tataran middle dan senior management.

Biaya operasi bisnis di beberapa kota besar di China juga meningkat sehingga banyak perusahaan melakukan relokasi operasi manufaktur mereka ke kota-kota yang berbiaya lebih rendah. Ini merupakan efek domino dari usaha China melakukan distribusi perkembangan daerah-daerahnya. Keadaan seperti ini membuat praktisi sumber daya manusia harus menghadapi isu-isu seperti tunjangan relokasi, alignment struktur kompensasi lintas berbagai operasi, transfer technical dan managerial know-how ke operasi baru tersebut, termasuk training and development.

Isu lain yang dihadapi praktisi SDM disana adalah tentang manajemen tenaga ekspatriat: seperti manajemen kinerja, keberhasilan transfer know-how ke tenaga kerja lokal dan repatriasi. Tren yang mulai terlihat sekarang adalah menggantikan tenaga ekspatriat dengan tenaga lokal – kembali lagi biaya dan efisiensi yang menjadi faktor utamanya. Bahkan sudah ada perusahaan yang memberikan paket kompensasi “Local Plus” ke tenaga ekspatriat yang dulunya sempat menikmati paket kompensasi ekspatriat.


Isu Tenaga Kerja
Pasar tenaga kerja yang berorientasi pasar terus berkembang sejalan dengan perkembangan pentingnya sektor swasta di daerah urban dan perampingan badan-badan usaha milik Negara. Hal ini menjadi salah satu hal yang terus dicermati pembuat kebijaksanaan di China, karena dapat mengakibatkan meningkatnya tingkat penggangguran atau pengangguran terselubung. Paling tidak daerah-daerah urban harus menciptakan lapangan kerja bagi 25 juta orang agar dapat menyerap sekitar 35%-40% tenaga kerja yang baru bekerja pertama kali (termasuk lulusan perguruan tinggi). Sekitar 50%-55% berasal dari pekerja yang berasal dari badan usaha milik pemerintah yang mengalami perampingan, dan sisanya dari pekerja migran yang masuk ke daerah-daerah urban.

Ada tiga faktor utama yang menentukan kompensasi di China yaitu struktur kepemilikan, lokasi geografi, dan bidang industri. Sementara perbedaan kompensasi dipengaruhi oleh fungsi pekerjaan dan latar belakang perusahaan. Kompensasi erat dihubungkan dengan kinerja individu dan strategi perusahaan. Banyak perusahaan yang mendisain struktur remunerasi mereka dengan memasukkan faktor lingkungan setempat sehingga struktur ini dapat mendukung perusahaan menjalankan strateginya. Contohnya, kota-kota dengan aktivitas ekonomi yang tinggi seperti Suzhou dan Hangzhou di delta Sungai Changjiang dan Dongguan dan Foshan di delta Sungai Zhujiang secara perlahan tapi pasti mendapatkan kenaikan upah. Ketika pemerintah meluncurkan rencana untuk mengembangkan Tianjin dan daerah sekitarnya menjadi daerah pusat ekonomi untuk China Utara maka tingkat pengupahan juga dapat meningkat. Perkembangan kawasan industri di China memberikan banyak dampak positif bagi pekerjanya.


Memahami Tren Penggajian di China
Seperti yang telah disinggung di atas, isu yang sering dihadapi praktisi SDM dalam hal kompensasi adalah perbedaaan gaji lintas industri dan jenis pekerjaan.

Berdasarkan analisa kami maka ada dua faktor utama yang membuat perbedaan ini yaitu jenis kepemilikan dan lokasi geografis. Perbedaan gaji di perusahaan asing dan perusahaan joint venture sangat signifikan – ada yang mencapai 100%. Hal ini dipengaruhi oleh persyaratan ketrampilan dan pengalaman yang berbeda. Pada masa mendatang perusahaan-perusahaan joint venture – yang dulunya adalah perusahaan-perusahaan milik negara – akan mengimplementasi kebijakan dan strategi baru agar dapat menjadi lebih efisien dan kompetitif.

Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di lebih dari satu kota umumnya menerapkan dua tingkat sistem penggajian berdasarkan letak geografinya. Contohnya, Beijing, Shanghai, Guangzhou dand Shenzhen berada pada tingkat satu. Kota-kota yang berada pada tingkat dua dan kebetulan berlokasi di daerah pantai yang sudah berkembang seperti Hangzhou dan Suzhou maka mereka umumnya juga mendapat kompensasi yang lebih tinggi daripada kota-kota yang ada di pedalaman.

Praktisi SDM dan para business leader masih memakai Base Salary dan Insentif Jangka Pendek (Bonus, Komisi, dll.) sebagai dua elemen utama untuk membuat disain remunerasinya. Tetapi tren-nya akan makin banyak perusahaan yang memasukkan elemen Benefit dan membuat disain Benefit yang menarik sebagai competitive advantage untuk mendapatkan dan mempertahankan tenaga potensial mereka. Adanya rencana Benefit yang terformulasi dengan baik dapat memperlihatkan kepada pekerja bahwa perusahaan peduli dengan kesejahteraan masa depan mereka.

Kompensasi eksekutif lokal dan ekspatriat juga berbeda. Ada gap yang cukup besar antara keduanya. Hal ini terjadi karena paket ekspatriat biasanya dipengaruhi oleh tingkat gaji yang diterimanya di negara asal kerjanya, pemberian rumah, mobil, dan cuti. Ada empat kategori tenaga ekspatriat berdasarkan negara asal kerjanya berdasarkan tingkat remunerasinya:

  • Ekspatriat dari negara-negara Eropa seperti Inggris, Jerman.
  • Ekspatriat dari Amerika Serikat.
  • Ekspatriat dari negara barat lainnya seperti Perancis, Italia, Belgia, Australia, dan Selandia Baru.
  • Ekspatriat dari negara-negara lain sepertio Singapura, Malaysia, Taiwan.

Jika dulunya tenaga ekspatriat yang banyak menduduki posisi eksekutif maka dalam beberapa tahun belakangan ini ada perubahan tren ke tenaga lokal karena adanya promosi internal tenaga lokal menjadi eksekutif. Stock option belum menjadi tren yang cukup berarti di China terutama karena secara hukum warga negara China Ekspatriat tidak boleh memiliki saham asing.


Mikro
Secara keseluruhan sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 terjadi kenaikan base salary yang terus meningkat. Diperkirakan pada tahun 2007 kenaikkannya hampir 10,5%. Rasio kenaikan base salary sejak 2005 berkisar antara 11% sampai dengan 13%. Kenaikan base salary tertinggi diperlihatkan oleh level middle dan senior management.

Jika di Indonesia bonus tunjangan hari raya diberikan pada saat Lebaran atau Natal maka di China umumnya diberikan pada saat Tahun Baru Tionghoa. Total Bonus yang dapat dibawa pulang pekerja dalam setahun rata-rata dua bulan gaji. Level senior management pula yang mendapatkan total bonus tahunan tertinggi, rata-rata hampir dua seperempat kali gaji bulanan.

Seperti halnya di Indonesia maka base salary membentuk proporsi remuneration mix yang terbesar. Makin tinggi levelnya maka proporsi base salary terhadap total paket remunerasi makin besar: 68% untuk non eksekutif vs. 80%-an untuk berbagai tingkat eksekutif. Tetapi non eksekutif mendapat proporsi Benefit yang terbesar daripada semua level ekesekutif. Makin tinggi level pekerjaannya makin kecil proporsi Benefit terhadap total paket remunerasinya. Tren remunerasi berbasis kinerja juga makin banyak diadopsi dunia usaha di China: penerapan insentif jangka pendek (termasuk variable bonus dan sales commission) meningkat sepadan dengan naiknya jenjang kerja eksekutif – dari 9% ke 12%. Sebaliknya tunjangan tetap menciut untuk jenjang kerja eksekutif.

Industri Kimia merupakan industri yang memberikan paket remunerasi yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan industri FMCG, Jasa, Manufaktur, Migas, Pertambangan, Ritel, dan Transportasi. Sebaliknya, paket remunerasi pada sektor Manufaktur rata-rata jauh lebih rendah (9%) daripada sektor-sektor lainnya. Beberapa industri memang menunjukkan keunikan tersendiri dalam hal proporsi remuneration mix-nya, misalnya:

  • Industri FMCG memberikan proporsi Benefit terbesar jika dibandingkan dengan industri-industri lainnya.
  • Industri Transportasi memberikan proporsi terbesar untuk base salary (sekitar 90%-an).
  • Industri Manufaktur memberikan insentif jangka pendek terbesar (sekitar 11%) dibandingkan industri lain yang ada dalam survei remunerasi ini.

Peta penggajian juga mempunyai nuansa geografis. Percepatan pertumbuhan ekonomi di daerah urban menyebabkan perbedaaan upah daerah urban dan rural menjadi makin besar juga. Sehingga lokasi juga menjadi faktor utama dalam menentukan paket remunerasi untuk para pekerja. Rata-rata pekerja di Beijing dan Shanghai memperoleh gaji yang terbaik, rata-rata 10% di atas harga pasar, diikuti oleh pekerja di Guangzhou dan Shenzen. Hal ini terjadi karena biaya hidup yang lebih tinggi di kota-kota tersebut, tenaga kerja yang berkualitas tinggi, talent market yang sangat kompetitif, dan pasar China yang terbuka. Walaupun demikian beberapa kawasan industri strategis di berbagai daerah di China terus dibangun untuk mengurangi kesenjangan ini.

Ditinjau dari segi kepemilikan perusahaan, maka Perusahaan-perusahaan asing rata-rata memberikan gaji sekitar 7% di atas harga pasar. Perusahaan-perusahaan lokal memberikan proporsi insentif jangka pendek (bonus, dll.) tertinggi jika dibandingkan dengan perusahaan asing dan joint venture. Perusahaan-perusahaan joint venture masih memberikan gaji 24% di bawah harga pasar.

Jika dibandingkan dengan Indonesia maka tingkat pengganggurannya yang hampir mencapai 10% dan jumlah penduduknya yang sudah diatas 1 milyar dapat menjadi masalah jika pemerintah China tidak mencari akal untuk mengatasi tingkat pengangguran dan kesenjangan antara daerah urban vs. rural, daerah industri vs. non industri. Produksi yang berorientasi pasar membuat mereka harus mengejar produktivitas sehingga rata-rata bekerja 5 hari dalam seminggu dengan total waktu 40 jam.

Dari tabel berikut nampak dengan jelas fungsi kerja apa yang sedang ”hot” dan cukup ”hot” (data untuk entry level pada Hay Reference Level 13-14):

  • Hukum (Legal): 126.6%
  • IT/Telekomunikasi: 124.6%
  • Pemasaran (Marketing): 121.8%
  • Keuangan & Akunting: 112.1%
  • Sumber Daya Manusia: 112%
  • Engineering: 111.5%
  • Penjualan (Sales): 111.1%

Hal ini mudah dipahami terutama karena berbagai faktor, misalnya: tingkat investasi asing tentu memerlukan tenaga legal lokal yang baik, tuntutan kinerja yang tinggi terutama yang berorientasi pasar membutuhkan fungsi marketing dan penjualan yang baik juga, selanjutnya tentu fungsi pendukung seperti Keuangan & Akunting juga Sumber Daya Manusia.

Mendekati akhir dasawarsa pertama abad 21 maka kebijakan-kebijakan China sudah memperlihatkan hasilnya: Jika pada saat akhir tahun 1970-an Anda baru berada di bangku SD atau SMP di China maka saat ini Anda dapat menikmati upah setara dengan the top 10%-25% yang ada di market. Jika kebetulan mereka bekerja di perusahaan asing yang menjamur sejak dua puluh tahun belakangan ini maka mereka mempunyai kemungkinan besar mengalami rotasi internasional.

James Owens (CEO Caterpillar) mengatakan, “We tend to hire low- or mid-level junior executives and groom them within our company, which usually involves international assignments for them. So we hired locally in China, then moved them internationally, got to know them, became confident that they have the right kind of loyalties to our company, and now we’ve moved them back there into senior positions.”

Industri Kimia yang memberikan paket remunerasi paling kompetitif di China rupanya akan terus menjadi primadona, paling tidak sampai dengan awal dasawarsa mendatang:

  • Bayer AG akan menginvestasikan sekitar US$1,8 milyar sampai tahun 2009 untuk pembangunan chemical plant di kompleks industri Kimia terbesar di China, Caojing.
  • BASF AG akan menambah 10% dari US$229,5 juta untuk pengembangan nanotechnology.
  • AKZO Nobel berkeinginan menjadi top coating supplier di China pada tahun 2010.
  • Dow dan Wacker melakukan joint venture invenstasi untuk chemical plant di Zhangjiagang.
  • PetroChina melakukan ekspansi operasi ke Chengdu.
  • Shanghai Chemical Industry Park bercita-cita menjadi sentra industri Kimia Asia.

Bersambung ke Ada Banyak Jalan Menuju Kemakmuran (2)

No comments: