Friday, March 14, 2003

Oleh-oleh Dari Peringatan 50 Tahun Hubungan RI-Kanada (4 of 5)


Seorang bapak yang bernama Mohamad Tauchid (MT) memberikan pertanyaan tentang investasi pertambangan dalam hubungannya dengan peraturan desentralisasi yang dibicarakan oleh Andi Mallarangeng. Kebetulan dia duduk di belakang saya… dan jarang bagi saya mendengar seorang Indonesia bertanya tentang pertambangan dalam forum seperti ini. Karena itu pada coffee break saya datangi dia. What a surprise! Ternyata dia adalah alumni Geologi ITB angkatan 1955. Seperti umumnya jika alumni ketemu, kita lalu cerita banyak hal yang berhubungan dengan almamater.

MT banyak bercerita tentang Prijatna (Pak Koesoemadinata) dan Benny Wahju. Dia juga menceritakan bahwa geologist wanita Indonesia pertama yaitu Ibu Karmajuni Pratignja sekarang tinggal di Vancouver. MT sendiri sejak lulus ITB tidak pernah kerja di Indonesia, tapi melanjutkan masternya ke Kanada. Pernah bekerja di UNDP yang berkantor di Jenewa, Swiss selama belasan tahun. Pekerjaan ini pula yang membawanya ke beberapa dunia ketiga dalam kapasitasnya sebagai konsultan bidang geologi. MT agak meragukan keberhasilan desentralisasi tingkat distrik seperti yang akan dilakukan di Indonesia. Sutara, mantan Kadin Kanada-Indonesia juga menyuarakan keraguan yang sama.

Ketika dia mengatakan akan mengunjungi Indonesia akhir tahun ini saya langsung ‘nodong’ beliau untuk memberikan sedikit pengalamannya bagi teman-teman di himpunan. Beliau setuju. Ada lagi seorang bapak yang bekerja untuk perusahaan minyak di Kanada dan sudah lama tidak menetap di Indonesia dan seperti halnya MT hanya tertawa ketika saya tanyakan apakah tidak akan balik menetap di Indonesia. Dalam hati saya tanyakan berapa banyak aset seperti ini yang bertebaran di luar negeri? Anak negeri yang tetap punya kerinduan untuk memberikan sesuatu bagi negaranya tapi tak pernah menjadi penduduk Indonesia.

Kalau dulu manusia-manusia seperti ini sering ‘dimusuhi’ kalangan pejabat kedubes atau konsulat Indonesia, dianggap sebagai ‘penghianat’ atau orang yang cuma tahu senang untuk diri sendiri. Entah sekarang… Yang jelas Indonesia kembali harus belajar dari beberapa negara yang malah merangkul orang-orang seperti ini, karena merekalah jembatan menuju dunia luar.

Pada diskusi terakhir kami sempat menanyakan apakah ada kemungkinan Indonesia memperlakukan kewarganegaraan ganda. India sudah melakukannya. Cina punya perjanjian khusus dengan Kanada tentang hal ini. Mereka melihat keuntungannya lebih besar daripada kerugiannya, terutama dalam era globalisasi semacam ini. Menurut Ali Alatas sudah ada draft RUU-nya, tapi apakah akan jadi UU masih belum dapat dipastikan, terutama karena isu loyalitas bagi kalangan pembuat kebijakan ini cukup besar.

Selama di Ottawa kami (saya, Bang JH, dan MK) menginap di apartment JM mantan pekerja NGO yang sekarang bekerja di HRDC. Karena kami tidak memberitahukan kehadiran kami sebelumnya pada JM, maka kamipun ‘terpaksa’ menunggunya di depan pintu apartmentnya. Tiap malam selalu kami lewati untuk omong2… terima kasih buat JM yang ‘merelakan’ tempat tidurnya untuk saya, sementara dia, Bang JH dan MK harus ber-sleeping bag di ruang tamu. *senyum* Pembicaraan paling panas memang soal Bush, Irak, media, imigran, dan policy HRDC, tapi kami juga membicarakan soal trek bersepeda yang terindah di seputar Ottawa. *senyum*

Dalam perjalanan pulang saya dan MK sempat bicara soal pentingnya studi tentang unaccounted illegal immigrants. Suatu problem sosial yang jika tidak dipahami dan ditangani dengan baik akan menjadi masalah Kanada di masa yang akan datang. Kanada dengan prinsip multikultur-nya dan program kesejahteraan bagi penduduknya yang sangat ‘bermurah-hati’ menjadi negara impian bagi banyak imigran negara2 lain. Kanadapun mengakui dual citizenship.

Pada seri berikut akan saya bagikan isi presentasi Ali Alatas sebagai keynote speaker dalam forum ini.

Lanjut ke: Oleh-oleh Dari Peringatan 50 Tahun Hubungan RI-Kanada (5 of 5)

No comments: