Berikut adalah rangkuman komentar beberapa orang yang dimuat di harian Kompas (16 Agustus 2007) mengenai bentuk nasionalisme sehubungan dengan peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 62.
Kususui sendiri bayi-bayiku sampai umur 2 tahun, jadwal ketat imunisasi, kusiapkan sendiri makanan yang bergizi, kuajari sopan dan ramah, kuajari melakukan pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Jadilah mereka anak-anak yang pandai dan berbudi. Nah kini mereka kupersembahkan untuk jadi pandu pertiwi. (Farida, 50 tahun, Jakarta)
Dulu selama 3 tahun, selain kuliah di UGM aku membantu jadi guru Bahasa Inggris di SD Jatisari Sleman tanpa dibayar. Aku tak mau kemiskinan struktural membelenggu murid-muridku untuk maju. (Thomas, 31 tahun, Semarang)
Walaupun aku gak bisa nerusin sekolah SMA dan sekarang bekerja tapi aku akan berusaha belajar dari media apapun yang bisa membuat aku tidak bodoh. (Rastikawati, 18 tahun, Jakarta)
Saya lebih memilih tas buatan Tanggul Angin-Sidoarjo ketimbang tas bermerek meski bisa nitip ke suami yang kadang-kadang dinas ke luar negeri. (Dhani, 42 tahun, Jakarta)
Saya terjun ke kelompok-kelompok tani untuk penyuluhan Pertanian ORGANIK. Mendorong untuk bertani secara ramah lingkungan, non kimia, menyehatkan dan mampu berdaulat secara pangan. Menyadarkan petani semata-mata untuk tidak menjadi obyek produk perusahaan trans-nasional. Ini nasionalismeku! (Gons, 30 tahun, Pematangsiantar)
Gw cuma pake 6 gayung sekali mandi. Kalo keramas nambah 2 gayung. Ini bentuk nasionalisme gw demi menjaga lingkungan Indonesia, apalagi nggak semua orang di Indonesia punya akses terhadap air bersih. (Svetlana, 19 tahun, Yogyakarta)
Adikku hari ini beranggkat mengikuti ekspedisi ke Natuna, dalam rangka menguatkan pertahanan sosial budaya pulau-pulau terluar. Kudoakan tim mereka dapat menjalankan tugas dengan baik. Rasanya bangga dengan kiprah anak-anak muda itu. Pertahankan kedaulatan Indonesia seutuhnya! (Nataresmi, 28 tahun, Tangerang)
Gw cinta budaya Indonesia! Sampe sekarang, gw masih suka maenin permainan ’asli Indonesia’ seperti bekel, congklak, gw pikir permainan Indonesia bener gak ada matinya! Sampai sekarang permainan kayak gitu tetep seru, itu dia yang bikin gw cinta Indonesia! (Gracia, 16 tahun, Jakarta)
Dengan bersepeda ke kantor walau 2x seminggu dan selalu memanfaatkan kertas bekas di kantor dapat membuat bumi Indonesia lebih sehat, ini nasionalisme gue. (Petrus Simanjuntak, 27 tahun, Bekasi)
’Pemulung’ itulah sebutan yang dilontarkan oleh teman-teman untuk saya. Karena saya sering memungut sampah dimanapun berada. Tak jarang saku saya tebal, bukan karena uang banyak, tapi karena penuh dengan bungkus permen. Inilah ekspresi nasionalisme saya! (M. Sholich Mubarok, 21 tahun, Demak)
Saya bertani di desa agar berkurang 1 beban negara karena pengangguran, itu nasionalismeku! (Adi, 24 tahun, Cianjur)
Saya dan istri membuka Sanggar Kreativitas Seni di teras halaman rumah di bawah pohon mangga. Tiap minggu menggambar bersama dengan anak-anak tetangga. Menumbuh-kembangkan imajinasi, intuisi, ide, gagasan adalah bentuk kesadaran nasionalisme juga! (Munadi, 44 tahun, Tangerang)
Tugasku menjaga kerapihan barisan setiap Senin dan membuat kelas selalu tertib, adalah bagian dari nasionalisme juga kan? (Muhammad Rifky, 7,5 tahun, Depok)
Bikin kursus komputer gratis bagi anak SD, SMP, biar generasi kita melek teknologi. (Adja Djadja, 39 tahun, Bandung)
Saya dirikan LKM khusus untuk KK miskin dengan modal sendiri. Memberikan pinjaman berupa sepasang kambing untuk 47 KK miskin dengan target 800 KK miskin dalam 6 bulan dengan sistim bagi hasil 70-30. (Mulyadi, 29 tahun, Kabupaten Limapuluh Kota)
Aku terus menabung agar aku bisa jadi sarjana hukum, biar di negeriku tak lagi ada jual beli hukum. (Imam Subkhi, 23 tahun, Brebes)
Lalu bagaimana denganku? Apa bentuk nasionalismeku? Bentuknya biasa saja sih. Menurutku segala sesuatu harus dimulai dari hal-hal kecil dalam diri kita sendiri.
Indonesia terkenal dengan korupsinya – jadi aku berusaha nggak korupsi dalam bentuk sekecil apapun, nggak korupsi waktu apalagi duit... walau nggak ada yang lihat.
Indonesia terkenal sebagai orang yang jorok dan tidak dapat memelihara barang dengan baik – jadi aku berusaha untuk tidak membuang sampah sembarangan, menjaga ruang dan barang bersama juga barang-barang yang menjadi tanggung-jawabku sebaik mungkin. Kalau ruang kerja kotor ya bantu dibersihkan. Kan tidak harus kudu tunggu office boy. Lagipula kebersihan itu tanda orang berbudaya… sikap masa bodoh dan kejorokan adalah tanda orang tidak atau kurang berbudaya.
Indonesia terkenal sebagai orang yang suka saenak udele dewek alias kurang bertanggung-jawab – jadi aku berusaha bertanggung-jawab dalam mengerjakan apapun yang menjadi tugasku. Tidak menunggu sampai besok kalau ada yang bisa diselesaikan hari ini. Berusaha bertanggung-jawab untuk bagian tugasku sehingga tidak menyusahkan orang lain. Bertanggung-jawab untuk semua kata-kata yang pernah kukeluarkan.
Indonesia terkenal sebagai orang yang suka iri akan keberhasilan orang lain, nggak bisa liat orang lain seneng *sigh* – jadi aku berusaha bersyukur atas apa yang kucapai, mau belajar dari sekelilingku, memperbaiki kekuranganku, dan berusaha untuk menjadi lebih baik dengan cara halal. Ada satu terminologi yang terbawa sejak aku kuliah di ITB – MTQ. Contohnya, ”Jangan MTQ”... artinya ”Jangan makan tulang q(k)awan”. Namanya juga teman, jadi jangan dikhianati atau dikadalin.
Indonesia juga terkenal sebagai salah satu negara yang banyak hutangnya – jadi aku berusaha untuk tidak berhutang. Kalau berhutang ke kartu kredit berusaha untuk cepat bayar, apalagi kalau berhutang kepada teman, pantang tidak membayar kembali.
Kalau aku keluar negeri aku tidak malu mengatakan aku orang Indonesia (walau citra Indonesia dan orang Indonesia sangat buruk di mata negara-negara lain) dan aku tunjukkan bahwa orang Indonesia itu nggak bodoh, jujur, disiplin, bertanggung-jawab, pekerja keras, dapat bekerja-sama, tidak sering mengeluh, dan tidak gampang menyerah. (He, he, he,... ini gue banget ya.)
Aku belikan mainan asli Indonesia untuk keponakan-keponakanku yang tinggal di luar Indonesia. Supaya mereka tahu tentang Indonesia walau hanya lewat mainan.
Aku ikut membantu kelompok LSM HAM walau hanya sebagai penterjemah, penghubung ke nara sumber, dan penyumbang berita. Kita harus berani berpihak pada yang benar (dan seringnya tertindas) walau mereka lemah, miskin, dan tidak terkenal. Kita harus berani jujur mengatakan yang salah adalah salah dan yang benar adalah benar, yang salah harus dihukum dan yang benar harus dibela. Justice for all. Tegakkan hukum agar kekuasaan dan kekayaan tidak membinasakan hati nurani dan tidak membungkam kebenaran dan keadilan.
Selamat merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 62!! Mari menjadikannya lebih baik dari 62 tahun yang sudah lewat.
Lalu apa bentuk nasionalisme-mu?
Friday, August 17, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment